Minggu, 25 April 2010

Paradigma Photography

saya pada saat itu sedang iseng - iseng melakukan koneksi internet, setelah itu saya membuka situs jejaring sosial yang biasa dibuka oleh setiap orang yang berinternetan...
ketika saya telah log in dalam akun saya, saya melihat ada link yang telah diberikan oleh teman saya. link tersebut sangat menggugah hasrat saya dalam mendalami dunia fotografi. ternyata selama ini mindset saya tentang bagus atau tidaknya sebuah foto itu salah, saya dulu sempat berpikir dengan melihat - lihat dan mencari referensi dari manapun, bahwa foto yang bagus adalah dimana kita membuat sang objek (sang model) dapat terlihat menawan, dengan editan yang super dan sebagainya. tetapi setelah membaca artikel ini mindset saya tentang sebuah foto yang bagus itu salah besar.
mari kita simak isi dari artikel ini, dan cobalah anda renungkan..

"Saya keberatan jika wanita di Indonesia terus-menerus digambarkan dan berusaha menggambarkan diri sebagai pemuas kesenangan laki-laki dengan keindahan seksual/fisik mereka. Karena wanita bukan hanya melulu tentang itu. Saya keberatan dengan konstruksi sadar yang terus-menerus diterapkan dan dilestarikan dalam fotografi dan cara-cara lain.
Bagi saya, fotografi adalah medium personal yang menumpahkan apresiasi saya tentang berbagai rasa yang hadir dalam hidup: kagum, takjub, sedih, marah, jijik, gembira, syukur, dan lain sebagainya. Kalau keindahan adalah tujuannya, maka proses menuju tercapainya keindahan itu harus memberi hormat dan pengertian kepada subjek keindahan itu, terutama jika subjek itu adalah suatu kelompok yg secara kultur dan politis telah dikesampingkan.

Membawa seseorang dalam sebuah foto adalah menampilkan apresiasi saya tentang dirinya. Ketika foto-foto tentang wanita hanya menggambarkan eksotika mereka sebagai objek seks atau sebagai sosok yang mengabdi, tentunya saya boleh mempertanyakan sejauh mana pria Indonesia menghargai kaum wanitanya.

Wajarlah kalau seorang antropolog Indonesia, Ariel Heryanto pernah berkata,” Di negara kami tubuh wanita bukan lagi milik wanita. Dada dan paha sudah dialokasikan untuk agen iklan dan wartawan. Vagina dan rahim adalah arena resmi untuk Program Nasional Keluarga Berencana, yang dikerjakan oleh para pria kami, di keluarga kami, dan dilaporkan oleh pemerintah kami sendiri untuk mendapatkan bantuan hutang luar negeri.” Fotografi ikut andil dalam pembentukan identitas wanita yang sepihak ini.

Tulisan ini saya buat untuk meng'gugah siapa saja diluar sana yang menggunakan supremasi sebagai fotografer dalam eksistensi dirinya, dan untuk kalian ada sebuah tanda tanya besar..mengapa harus menggunakan objek wanita, apakah sebegitu sempitnya ruang serta pilihan objek untuk diabadikan, ataukah kalian hanya mendompleng mentah mentah dengan memanfaatkan citra profesi fotografer untuk maksud dan tujuan yanh hanya isi otak kalian saja yang tahu? maafkan jika saya terlalu dalam menilai, tapi mari kita bicarakan..
Its cause from art, everything is fine behind the almighty words..ART..

Tiap profesi menuntut etika dan dedikasi di dalamnya, untuk itu dalam menjalankan profesi apapun itu haruslah bertanggung jawab secara moral terhadap diri sendiri, profesi dan juga masyarakat umum..lagi pula kita hidup di dalam era moderenisasi, diamana masyarakat akan peka terhadap situasi di sekelilingnya..masyarakat akan semakin kritis menilai fenomena yang terjadi, termasuk kegiatan yang kalian sebut "hunting foto" ini..sudah saatnya kalian keluar dari zona aman kalian, yang selama ini hanya menjadikan wanita sebagai objek belaka..masyarakat menuntut pembuktian akan citra fotografer, yang bukan semata peng eksploitasi wanita sebagai objek dibalik lensa..
Saya bukan menulis intimidasi, merendahkan atau apatis terhadap kalian..namun ini hanya pendapat dan pengamatan saya yang sifatnya subjektif..
Teruslah berkarya, abadikan tiap detail sisi dunia yang mungkin mata ini tak sempat untuk melihatnya.."

itulah sedikit cuplikan artikel yang saya angkat dalam hal ini. artikel tersebut ditulis oleh ADITYAWAN FAJAR
untuk lebih jelasnya silakan simak link ini http://www.facebook.com/notes/adityawan-fajar/aerosol-untuk-para-fotografer/387413181090

-SALAM JEPRET-

Senin, 12 April 2010

Tehnik Flash - Strobist


Strobist berasal dari kata strobe, yang dalam istilah fotografi berarti alat yang memproduksi cahaya secara terus menerus. Dengan bahasa yang lebih populer Strobist adalah fotografer yang senang menggunakan flash (blitz) secara off-camera. Jika umumnya, di masa sebelumnya orang menggunakan flash dengan cara diletakkan diatas hot-shoe kamera, maka para strobist menggunakan flash dengan jarak tertentu dari kamera. Bagaimana caranya? Alat yang paling dibutuhkan untuk menggunakan flash secara off-camera adalah mekanisme wireless trigger (pemantik nirkabel). Pada beberapa kamera dan flash modern, kemampuan nirkabel ini sudah ada secara integrated. Di sistem Nikon di sebut sebagai CLS (Creative Lighting System) sementara di sistem Canon disebut sebagai E-TTL (Evaluative - Trough The Lens). Jangan artikan secara harfiah istilah CLS dan E-TTL, karena bisa membuat bingung artinya, lebih baik ikuti penjelasan berikut ini. Sistem pemantik nirkabel ini berfungsi untuk menyalakan flash secara sinkron ketika kita menekan tombol shutter pada kamera. Jadi flash akan menyala ketika kita menekan shutter selayaknya flash tersebut berada di dudukan hot shoe di kamera. Uniknya, kita bisa mensinkronisasi lebih dari satu flash bersamaan sekaligus dalam suatu pemotretan. Untuk sebuah foto fashion yang dilakukan outdoor, bisa dibutuhkan 3-5 flash (bahkan bisa lebih banyak) yang dinyalakan secara off-camera. Alat wireless trigger ini umumnya menggunakan gelombang radio atau sinar infra merah untuk menyalakan flash slave (budak atau flash lain yang harus tunduk pada flash utama). Pada generasi fotografi yang masih menggunakan film, sudah ada trigger yang menggunakan cahaya sebagai trigger. Alat ini umum dikenal sebagai mata kucing (synchro eye) yang berbasis pada pencahayaan flash dari master yang segera diikuti oleh slave-nya. namun penggunaan mata kucing hanya terbatas di studio saja, karena kepekaan mata kucing ini tidak akan bekerja pada lokasi outdoor.

Untuk memotret pada lokasi outdoor dan walaupun kita memotret dengan matahari yang masih bersinar, namun dengan menggunakan teknik strobist, kita bisa mengisolasi cahaya matahari, yaitu dengan cara menggunakan speed sekitar 1/200 sehingga foto akan menjadi under lighting. Untuk menambahkan cahaya pada subyek kita dapat menambahkan flash secara off-camera (dari sisi kiri) sehingga cahaya yang jatuh tidak datar sebagaimana kita letakkan flash di shoe kamera. Speed 1/200 adalah speed maksimal yang masih dapat melakukan sinkronisasi antara kamera dengan flash, namun beberapa kamera keluaran terbaru mampu melakukan sinkronisasi lebih dari batas tersebut. Banyak fotografer yang memanfaatkan sinar matahari sebagai background untuk teknik strobist ini, sehingga akan menghasilkan foto-foto yang indah.





Kamis, 08 April 2010

Pengertian Fotografi

Pengertian Fotografi, Fotografi (Photography, Ingrris) berasal dari 2 kata yaitu Photo yang berarti cahaya dan Graph yang berarti tulisan / lukisan. Dalam seni rupa, fotografi adalah proses melukis / menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada cahaya, berarti tidak ada foto yang bisa dibuat

Prinsip fotografi adalah memokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium yang telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan menghailkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium pembiasan (selanjutnya disebut lensa).

Untuk menghasilkan intensitas cahaya yang tepat untuk menghasilkan gambar, digunakan bantuan alat ukur berupa lightmeter. Setelah mendapat ukuran pencahayaan yang tepat, seorang fotografer bisa mengatur intensitas cahaya tersebut dengan merubah kombinasi ISO / ASA (ISO Speed), Diafragma (Aperture), dan Kecepatan Rana (Speed). Kombinasi antara ISO, Diafragma & Speed selanjutnya disebut sebagai Eksposur (Exposure)

Di era fotografi digital dimana film tidak digunakan, maka kecepatan film yang semula digunakan berkembang menjadi Digital ISO. Quote by Superman (forumkami.com)